Sumenep | Metropos News – Universitas Airlangga (Unair) menyatakan keseriusannya dalam mengembangkan Pulau Gili Iyang, Sumenep, menjadi destinasi wisata berkelanjutan seperti halnya Pelabuhan Labuan Bajo.

Proyek ini bertujuan untuk menjadikan pulau tersebut destinasi pariwisata yang sehat, bersih, dan menarik bagi wisatawan lokal maupun mancanegara. Melibatkan pendekatan multidisiplin, penataan Pulau Gili Iyang akan mencakup bidang lingkungan, kesehatan, sosial, pariwisata, pendidikan, hingga teknologi.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi, dan Community Development (RICD) Unair, Prof Dr Ni Nyoman Tri Puspaningsih, saat meresmikan enam produk inovasi dan hilirasi Unair di Pulau Gili Iyang pada Sabtu (19/10/2024).

Peresmian ini merupakan bagian dari program Airlangga Community Development Hub (ACDH) 2024, yang telah dimulai sejak 2022 dengan fokus pada pengembangan ekonomi hijau, biru, dan digital berbasis masyarakat dan kearifan lokal di Desa Banraas dan Desa Bancamara, Gili Iyangm

“Turis lokal dan mancanegara tentu ingin berkunjung ke tempat wisata yang bersih, dengan udara sehat dan hijau, serta pengelolaan sampah yang baik. Kami ingin Gili Iyang menjadi destinasi seperti itu, dan Unair siap mendukung dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu,” ungkap Prof Nyoman.

Ia mencontohkan konsep “green island” di Eropa, seperti di Finlandia, yang menjadikan pulau-pulau sebagai model pariwisata ramah lingkungan.

Menurutnya, Gili Iyang memiliki potensi besar karena anugerah alam berupa kadar oksigen yang melimpah. “Kami optimistis Gili Iyang bisa lebih maju dengan menjaga dan meningkatkan kadar oksigen tersebut,” tambahnya.

Sebagai bagian dari upaya tersebut, Unair akan memulai budidaya mikroalga di daratan pada 2025 dengan memanfaatkan lahan seluas satu hektare milik warga setempat.

Mikroalga ini akan berperan penting dalam menjaga kadar oksigen di pulau, dengan menambah sumber oksigen yang sebelumnya hanya dihasilkan oleh alga dan mikroplankton di laut.

“Selain dari laut, nanti oksigen juga akan dihasilkan dari daratan. Ini salah satu langkah konkret Unair untuk meningkatkan kadar oksigen di Gili Iyang,” ujar Prof Nyoman.

Ia juga menyebut bahwa di sekitar lahan tersebut akan ditanami pohon dan tanaman obat yang bernilai ekonomi, sehingga Gili Iyang bisa menjadi kawasan hijau yang produktif.

Dalam kunjungannya, Prof Nyoman juga menyoroti kondisi pesisir Gili Iyang yang masih banyak dipenuhi sampah plastik.

Menurutnya, ini merupakan tantangan yang harus diatasi. Unair berencana membantu membersihkan dan mengolah sampah plastik di wilayah pesisir agar bisa dimanfaatkan menjadi bahan yang berguna. Selain itu, limbah pertanian seperti jerami juga bisa diolah untuk menyediakan suplai makanan bagi ternak di pulau tersebut.

“Kami ingin mewujudkan pertanian terintegrasi, ekonomi hijau, energi terbarukan, ekonomi biru, dan ekonomi sirkular di Gili Iyang,” tegasnya.

Ketua Lembaga Ilmu Hayati, Teknik, dan Rekayasa (LIHTR) Unair, Andi Hamim Zaidan, M.Si, PhD, menambahkan bahwa budidaya mikroalga ini memiliki potensi industri yang luas. Selain meningkatkan kadar oksigen, mikroalga bisa dimanfaatkan untuk produksi biodiesel, bahan pakan udang, ikan, dan ternak, suplemen kesehatan, serta kosmetik dan farmasi.

“Kami sudah merancang mesin yang bisa mengubah mikroalga menjadi biodiesel. Harapannya, orang yang datang ke Gili Iyang bisa membawa pulang produk olahan mikroalga seperti suplemen kesehatan atau masker wajah,” jelasnya.

Tahap awal budidaya ini diperkirakan mampu menghasilkan 10 ton mikroalga dan akan terus ditingkatkan agar Gili Iyang bisa menjadi pulau dengan kadar oksigen tertinggi di dunia.

Dalam kunjungan tersebut, Prof Nyoman juga meresmikan enam produk inovasi hasil hilirisasi Unair, yang merupakan simbol komitmen universitas dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di Gili Iyang.

Produk-produk tersebut antara lain Taman Toga dari Fakultas Farmasi, Sepeda Listrik dari Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin (FTMM), Depo Air Isi Ulang dari Fakultas Sains dan Teknologi (FST), Solar Shelter dari FTMM, Monitoring Kadar Oksigen dari FTMM, dan Museum Pariwisata dari Fakultas Vokasi.

Sebagai bagian dari pengabdian masyarakat, Unair juga menggelar bakti sosial berupa pengobatan massal bagi warga Gili Iyang. Kegiatan ini melibatkan Fakultas Kedokteran, Fakultas Farmasi, Fakultas Vokasi, serta Puskesmas Pembantu Gili Iyang dan Dinas Kesehatan Kabupaten Sumenep.

Dekan Fakultas Kedokteran Unair, Prof Dr Budi Santoso, menjelaskan bahwa selain pengobatan massal, tim medis juga melakukan skrining IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) untuk deteksi dini kanker serviks, yang menjadi penyebab kematian nomor tiga akibat kanker di Indonesia. Metode IVA ini efektif untuk mendeteksi kanker serviks sejak dini.

“Pulau Gili Iyang yang terisolir ini membutuhkan penanganan khusus, dan kami berkomitmen membantu dengan melakukan skrining kanker serviks, di samping pengobatan massal,” ungkap Prof Budi.

Kegiatan bakti sosial ini juga meliputi pemeriksaan dasar seperti tes gula darah dan tensi, dengan dukungan Fakultas Vokasi untuk pemeriksaan awal, serta Fakultas Farmasi untuk penyediaan obat-obatan yang dibutuhkan warga.


@Man